Timika, Kapiwuunews.org – Dalam perayaan Jumat Agung yang khidmat di Keuskupan Timika, Uskup Terpilih Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA menyampaikan homili yang menggugah dan penuh kritik sosial dengan tema: "Rakyat yang Tersalib oleh Kapitalisme." Homili ini menjadi refleksi mendalam akan penderitaan panjang masyarakat Papua di tengah konflik bersenjata dan ekspansi kapitalisme yang terus mencengkeram tanah Papua. Pada Tangal 18 April 2025
“Sudah enam puluh tahun tanah Papua
menjadi medan konflik karena kepentingan investasi dan eksploitasi. Tanah ini
diperas, rakyatnya ditindas. Lalu, kita bertanya: apakah kita umat Katolik dan
Kristen yang merayakan Paska ini hanya untuk seremoni saja, atau kita berani
bersuara seperti Yesus yang tetap tegar meski diadili secara tidak adil dan
dijatuhi hukuman lewat rekayasa?” tanya Mgr. Bernardus dalam homilinya.
Ia menegaskan bahwa salib bukan
sekadar simbol penderitaan, tetapi wujud cinta sempurna dari Allah bagi
manusia. “Bagi manusia, salib adalah kehinaan. Tapi bagi Allah, salib adalah
kebijaksanaan. Itulah cinta total—cinta yang utuh dari Allah kepada kita,”
katanya.
Mgr. Bernardus mengajak umat untuk
tidak tinggal diam. Ia menyerukan agar umat Katolik dan Kristen berani menjadi
suara bagi mereka yang tertindas. “Yesus tidak mati demi seremoni. Ia mati untuk
kebenaran. Kita harus ikut memikul salib bersama sesama kita yang tertindas
oleh sistem sosial dan ekonomi yang tidak adil.”
Dalam homilinya, Mgr. Bernardus
mengangkat krisis kemanusiaan yang masih terus berlangsung di Papua. “Banyak
masyarakat adat kehilangan tanahnya. Hutan dirampas atas nama pembangunan.
Mereka kehilangan nyawa, ruang hidup, budaya, bahkan spiritualitasnya. Binatang
dan alam pun turut binasa. Apakah kita berani bersuara?” serunya, mengajak umat
untuk tidak menjadi seperti Yudas, yang ikut berkompromi dengan kekuasaan demi
kepentingan duniawi.
Ia juga menyoroti perampasan tanah
adat di wilayah Merauke, seperti kasus dua judul tanah adat yang dicaplok atas
nama pembangunan. “Masyarakat kehilangan segalanya hak hidup, identitas budaya,
bahkan keyakinan mereka. Mereka tersalib oleh sistem kapitalisme yang rakus,”
tegasnya.
Mgr. Bernardus mengajak seluruh umat
untuk mendoakan ribuan pengungsi di berbagai wilayah Papua akibat konflik
bersenjata dan kepentingan investasi. Ia menekankan pentingnya dialog damai dan
penghormatan terhadap martabat manusia sebagai gambar dan rupa Allah.
Mengakhiri homilinya, Mgr. Bernardus menyampaikan harapan agar Paska tahun ini menjadi awal dari kebangkitan harapan baru. “Semoga Paska ini membawa terang baru bagi masyarakat di seluruh pelosok tanah Papua. Agar mereka tidak lagi dibunuh, tidak lagi dirampas hak-haknya sebagai manusia,” ujarnya dengan penuh haru.
“Amin,” ujar umat serentak, dalam
keheningan yang penuh makna.
(**)