Nabire, Kapiwuunews.org – Suara penolakan keras datang dari masyarakat adat yang mendiami wilayah Distrik Dipa, Kabupaten Nabire, terhadap rencana pembangunan Pos Koramil di kilometer 64, jalan trans Ilaga Nabire. Dalam sebuah pernyataan sikap resmi yang dibuat dengan penuh kesadaran hati, masyarakat adat, tokoh kampung, dan aparat pemerintah lokal menyuarakan penolakan secara tegas atas pembangunan tersebut. Pada tanggal 16 April 2025
Pernyataan ini ditegaskan dalam sebuah pertemuan terbuka yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk kepala-kepala kampung, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh masyarakat, hingga perwakilan pemerintah distrik. Seluruh pihak menyatakan bahwa tidak ada satu pun pembangunan, baik oleh TNI, Polri, maupun pihak aparatur negara (APRI), yang boleh dilakukan tanpa seizin pemilik hak ulayat.
"Kami bersama masyarakat Dipa, dari aparat kampung hingga kepala desa, tokoh pemuda, tokoh perempuan, menolak dengan tegas. Tidak boleh ada TNI, Polri, maupun APRI masuk di tempat ini tanpa izin dari pemilik hak ulayat. Kami menolak dengan segenap hati nurani kami," tegas salah satu perwakilan masyarakat.
Penolakan dari Berbagai Pihak
Kepala Dusun Aleks Wakei menyampaikan secara tegas bahwa wilayah dari batas jembatan Kali Bumi hingga kilometer 95 merupakan tanah adat yang tidak bisa dibangun sembarangan. "Saya mewakili dusun, menyatakan dengan tegas menolak pembangunan Pos Koramil. Ini wilayah kami, dan kami tidak memberikan izin," ujarnya.
Sementara itu, Simon Wakei, tokoh masyarakat Dipa, menyampaikan bahwa wilayah adat yang membentang dari Wotai Kinouhago hingga Gunung Edai, melintasi Kali Edai dan sampai perbatasan Kali Adai, merupakan wilayah suci masyarakat adat yang tidak bisa dimasuki tanpa persetujuan. "Kami menolak pembangunan Pos Koramil karena tidak ada izin dari pemilik hak ulayat," ucapnya tegas.
Perwakilan dari Pemerintah Distrik Dipa, Peripus Makai, turut mempertegas bahwa rencana pembangunan Pos Koramil tidak pernah dirundingkan secara sah dengan masyarakat. "Kalau memang harus dibangun, bangun saja di pusat distrik, bukan di jalan trans Nabire–Ilaga. Pemerintah Distrik Dipa menolak rencana pembangunan tersebut," tegasnya.
Selain itu, perwakilan dari lima kampung di wilayah Dipa juga menyampaikan sikap serupa. Mereka tidak hanya menolak pembangunan Pos Koramil, tetapi juga menolak kehadiran perusahaan-perusahaan ilegal yang masuk tanpa sepengetahuan masyarakat adat.
Lima Poin Pernyataan Sikap Masyarakat Adat Dipa:
- Menolak pembangunan Pos Koramil di kilometer 64 karena tidak melalui proses musyawarah dan persetujuan dari pemilik lahan adat.
- Menolak segala bentuk pembangunan yang dilakukan tanpa melibatkan partisipasi aktif masyarakat adat.
- Masyarakat adat dari kilometer 36 hingga Tukomani secara bulat menolak pembangunan tersebut karena khawatir berdampak negatif pada sosial, budaya, dan lingkungan.
- Menolak keras izin pembangunan yang dikeluarkan sepihak oleh Kepala Distrik Dipa, yang dianggap tidak mewakili aspirasi masyarakat adat.
- Menyatakan penolakan mutlak dan tanpa kompromi terhadap rencana pembangunan Pos Koramil demi menjaga tanah adat dan identitas masyarakat setempat.
Pernyataan sikap ini tidak hanya menjadi bentuk protes, tetapi juga panggilan moral untuk seluruh pihak agar menghormati hak-hak masyarakat adat dan nilai-nilai budaya yang melekat di tanah Papua.
Masyarakat Dipa berharap agar pemerintah dan pihak terkait membuka ruang dialog yang inklusif dan adil, serta menghentikan segala bentuk pembangunan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat di wilayah tersebut.
“Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran hati, supaya semua orang bisa ketahui,” tutup pernyataan itu dengan tegas.
(**)