Nabire, Papua Tengah KAPIWUUNEWS.org – Ratusan mahasiswa asal Kabupaten Puncak yang tergabung dalam Mahasiswa Puncak Se-Indonesia bersama LBH Tanah Kita Papua menggelar Aksi Nasional Jilid II pada Rabu, 10 April 2025, di depan Kantor DPR Papua Tengah, Nabire.
Aksi bertema “Penarikan Pendropan Militer dari Kabupaten Puncak dan Usut Tuntas Pelanggaran HAM atas Ibu Tarina Murib” ini mendesak pemerintah menarik militer dari Puncak dan mengusut kematian Tarina Murib yang diduga akibat kekerasan aparat.
Ketua DPRP, Diben Elabi, menyambut aksi orasi mahasiswa di depan kantor DPRP Provinsi Papua Tengah sebagai momen penting untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Beliau menegaskan bahwa hak menyampaikan pendapat dijamin oleh UUD RI dan DPRP akan selalu terbuka terhadap aspirasi masyarakat.
Anggota Komisi III DPRP, Nataniel Tabuni, menyatakan bahwa DPRP menerima aspirasi mahasiswa dari Kabupaten Puncak Jaya terkait konflik dan pengungsian di enam distrik. Aspirasi ini akan diteruskan ke instansi terkait.
DPRP juga menanggapi kasus kematian Ibu Itarina Murib yang tragis pada 2023, dengan janji untuk mengusut tuntas dan mencari keadilan. Terkait konflik di Puncak, DPRP berkoordinasi dengan pihak keamanan untuk membentuk tim khusus guna menangani masalah tersebut.
DPRP PT berencana membentuk Pansus untuk mengusut pelaku pelanggaran HAM terkait kasus Ibu Itarina Murib serta penarikan militer sesuai janji.
"Korlap umum Naseng Ginikbak Menyatakan Panglima TNI segera tarik Pendropan Militer dari Distrik Sinak Barat, Beoga, Pogoma, Agandugume dan seluruh Kabupaten Puncak. DPRP PT segera bentuk Pansus untuk usut pelaku HAM Ibu Tarina Murib dan penarikan pendropan Militer sesuai janji". ujar Naseng
Mahasiswa menilai keberadaan militer memperburuk kondisi kemanusiaan di Puncak. Mereka juga mengajak media massa meliput aksi ini sebagai bentuk dukungan atas kebebasan pers dan transparansi informasi.
Aksi ini dihadiri mahasiswa dari berbagai kota studi, aktivis HAM, serta elemen masyarakat sipil sebagai bentuk solidaritas damai untuk keadilan di Papua. Perwakilan mahasiswa dan perempuan Papua menegaskan bahwa Puncak adalah tanah adat yang harus dilindungi, bukan dijadikan zona konflik.
(**)