Berbaris kayu-kayu tumbang, menyelimuti hutan limbah,
Di sana, di antara pepohonan dan semak yang rimbun,
Orang tua bertahan, berjuang, tak kenal lelah.
Mereka bukanlah pahlawan bersenjata atau berpelindung baja,
Namun tangan-tangan mereka menganyam noken dari kulit kayu,
Anggrek liar menghiasi sudut-sudut harapan,
Di bawah terik mentari dan gerimis hujan,
Kacang tanah dan dimoane mani ditukar dengan rupiah,
Setiap keringat adalah nilai untuk masa depan anak tercinta.
Tak ada istana mewah, hanya pondok kecil dan tumpukan barang,
Namun di sana tersimpan cita-cita besar,
Untuk anak yang jauh melangkah, menimba ilmu hingga ke kota,
Demi gelar sarjana, demi masa depan yang cerah.
Kini, di tengah gemuruh kebanggaan dan air mata haru,
Anak itu berdiri tegak, menggenggam gelar sarjana S.T.
Sebuah bukti dari perjuangan tak kenal henti,
Sebuah mimpi yang kini menjadi nyata.
Orang tua yang dulu menenun dengan sabar,
Menjual kulit kayu, noken, anggrek, dan hasil bumi,
Kini tersenyum bangga,
Mereka bukan hanya pejuang rupiah,
Mereka adalah pejuang masa depan,
Yang dengan pengorbanan, mengubah mimpi menjadi kenyataan.
Di Dusun Kampung Tibai,
Cerita ini akan terus bergema,
Tentang cinta, perjuangan, dan harapan,
Yang mengiringi setiap langkah anak-anaknya,
Menuju masa depan yang lebih baik.
Penulis Marten Dogomo